Heboh Bocah 4 Tahun Tunangan di Madura, Dosen UM Surabaya: Merugikan Perempuan

0
16
Dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) UM Surabaya Holy Ichda Wahyuni beri tanggapan soal bocah 4 tahun tunangan di Bangkan, Madura. (Humas UM Surabaya)

Surabaya, KLIKMU.CO – Beberapa waktu lalu, publik dihebohkan dengan viralnya video pertunangan bocah berusia 4 tahun di Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Dalam sebuah unggahan video yang beredar di Twitter dan Instagram tersebut, terekam seorang bocah perempuan dengan menggunakan make-up bersalaman dengan sejumlah tamu undangan yang hadir. Dalam video tersebut juga diperlihatkan cincin tunangannya.

Ramainya komentar publik yang umumnya negatif akhirnya membuat orang tua memberikan klarifikasi. Dalam klarifikasi tersebut, ia menjelaskan bahwa pertunangan tersebut merupakan bentuk komitmen dan tradisi. Sang anak akan dinikahkan kelak setelah lulus kuliah. 

Menurut dosen Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) UM Surabaya Holy Ichda Wahyuni, kasus pertunangan di usia dini yang masih menjadi tradisi di Madura dapat berpotensi merugikan anak-anak. Khususnya merugikan perempuan. 

“Tidak menutup kemungkinan jika pertunangan akan mendorong percepatan pernikahan. Pasalnya, dengan pertunangan di usia dini, praktis pernikahannya akan dilakukan di usia yang belum matang,” terangnya pada Rabu (24/4/2024).

Hal ini tentu dapat meningkatkan risiko angka perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, atau kesulitan mencapai impian mereka. Sebab, dalam mindset mereka telah diberi tanggung jawab perkawinan dalam waktu yang cepat. 

Holy menjelaskan, berdasarkan data yang dirilis Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KBP3A) Bangkalan, sejak 2022 angka pernikahan dini di Madura terus mengalami peningkatan. Kenaikannya mencapai 1,71 persen setiap tahun. 

Menurut dia, dari data tersebut, seharusnya menjadi sebuah keprihatinan semua pihak. Karena dampaknya bukan saja dinilai merampas hak-hak dasar anak perempuan dan laki-laki untuk belajar, berkembang, dan menjadi anak-anak seutuhnya. Tetapi juga berpotensi membuka pintu bagi terjadinya berbagai tindak kekerasan, bahkan mengganggu psikologis. 

“Tidak mustahil terjadi, anak perempuan yang seharusnya masih menghabiskan waktunya untuk bersekolah dan bermain, kemudian dinilai sudah pantas berumah tangga, akhirnya ia kehilangan peluang karier dan menghambat pengembangan potensi ekonomi anak di masa depan,” beber peneliti dan pemerhati anak tersebut.

Holy juga menjelaskan, survei UNICEF menunjukkan bahwa tradisi agama, kemiskinan, ketidaksetaraan gender, dan ketidakamanan karena konflik adalah alasan utama tingginya jumlah perkawinan anak-anak di Indonesia. 

Lebih lanjut, Holy mengatakan, meski pertunangan dini di Madura identik dengan pertalian sedarah atau untuk mempererat kekerabatan, alangkah lebih baik tradisi ini dihindari ataupun dihilangkan. Sebab, lebih banyak menghadirkan dampak negatif daripada dampak positifnya.

“Untuk mendorong Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang ideal, salah satu hal yang harus diperangi adalah tradisi-tradisi yang dianggap merugikan. Sehingga, menurut saya pertunangan dini ini perlu dihilangkan. Sebab, lebih banyak dampak negatifnya daripada dampak positifnya,” tegasnya.

Terakhir, Holy mengatakan, diperlukan kampanye yang masif dari semua pihak. Baik tokoh agama, pendidikan, dan keluarga untuk mencegah hal ini.

(Uswatun/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini