Ini Masjidku: Kubangun dari Hartaku Sendiri, Kuhibahkan untuk Muhammadiyah

0
44
Masjid Gedhe Padhang Makhsyar yang berlokasi di Batu. (Dok Nurbani Yusuf)

Oleh: Dr Nurbani Yusuf MSi

Semua orang mengaku sebagai kekasih Laila. Sedang Laila tak merasa kenal satu pun dari mereka.

Masjid milik Allah—semua umat Islam boleh beribadah tanpa halangan, tidak memandang aliran, manhaj atau ideologi.

Tapi tidak semua orang boleh mengelola.

Masjid NU dikelola dengan cara NU. Masjid Muhammadiyah dikelola dengan cara Muhammadiyah. Masjid Salafi dikelola dengan cara salafi.

Begitulah adab dalam berdakwah.

Berdiri menyatu persis di halaman depan rumah, di atas tanah seluas 1. 765 m2 termasuk halaman rumah, luas bangunan 475 m2, berbahan dasar kayu jati dari lantai hingga atap—saya arsiteki sendiri bersama seorang kawan dekat Mas Gatot sebagai tukang kayu perajin terbaik.

Prosesnya agak lama. Pertama karena garapannya rumit, butuh kejelian kesabaran dan imajinasi agak beda. Tidak bisa melibatkan banyak orang sebagaimana masjid pada umumnya karena kekhususannya.

Kedua karena dananya agak besar menurut ukuranku (1,2 m saat itu) saya kumpulkan mencicil dari hasil menabung: dari gaji, jualan bunga potong, bonsai dan sebagian dari kebun jeruk, dan beberapa jamaah yang berkenan membantu guyub bersama, saya suka dengan ketulusan dan keikhlasan berapapun itu.

Kakek buyutku kerap bernasihat: Jangan sampai rumahmu lebih baik dari masjidmu. Ini kode keras meski saya langgar. Bagiku masjid adalah rumah pertamaku, saya betah di dalamnya ketimbang di rumahku sendiri.

Ayahku lebih kekeh wanti-wanti pada saya dan anak cucunya: Bagaimana mungkin kamu bekerja keras siang malam membangun mewah tempat tidurmu, sementara tempat sujudmu dari hasil merebut atau mengklaim masjid yang kamu tak pernah berkeringat ikut membangunnya—katanya lagi. Saat itu ayahku mendiamkanku karena aku lebih dulu membangun rumah tapi masjidku mangkrak tidak terurus.

Sejak itu membangun masjid tempatku sujud menjadi bagian dari doa besarku, tempatku bersama kedua allahuyarham orangtuaku, istri dan dzuriyahku sujud menyembah kepada Gusti Allah. Aku juga berharap di tempat ini pula aku dimatikan.

Aku beri nama: Masjid Gedhe Padhang Makhsyar, masjid kedua yang saya bangun bersama keluarga, saya hibahkan untuk Muhammadiyah—dan satu lagi sebuah surau aku beri nama: Banyu Bening–meski kecil tapi indah menawan. (*)

Dr Nurbani Yusuf MSi
Dosen UMM, Pengasuh Komunitas Padhang Makhsyar

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini