Pakar Ekonomi UM Surabaya Sebut Tapera Bukan Solusi Efektif, Bukti Minimnya Peran Pemerintah

0
27
Petugas melayani peserta tabungan perumahan rakyat (tapera) di Kantor Pelayanan Badan Pengelola Tapera, Jakarta (30/5/2024). (Foto: Antara)

Surabaya, KLIKMU.CO – Program tabungan perumahan rakyat (tapera) menimbulkan gejolak di tengah melemahnya daya beli dan konsumsi masyarakat. Terutama bagi para kerja menengah ke bawah.

Aturan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Menurut pakar ekonomi UM Surabaya Arin Setyowati, kebijakan tapera akan semakin menambah panjang potongan gaji para buruh dan pekerja, khususnya swasta. Antara lain potongan untuk pajak penghasilan (PPh), BPJS Kesehatan, dan BP Jamsostek seperti jaminan hari tua (JHT), jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kehilangan pekerjaan dan lainnya. 

“Artinya, hal tersebut dapat semakin membebani peningkatan daya beli dan konsumsi masyarakat,” ujar Arin dalam keterangannya, Sabtu (1/6/2024). 

Arin menjelaskan, PP Nomor 21 Tahun 2024 juga mengatur pemberian gaji yang besar untuk komisioner tapera. Tentu hal ini menambah semakin panas tuduhan miring pada kebijakan pemerintah. 

“Pejabatnya diberi gaji plus tunjungan ditambah, sementara pegawai gajinya dipotong,” kata Arin.

PP Nomor 21 Tahun 2024 mengamanatkan pemotongan gaji buruh untuk iuran tapera sebesar 3 persen. Porsi 2,5 persen ditanggung pekerja dan 0,5 persen dibebankan ke perusahaan pemberi kerja. Bagi yang tidak ditanggung perusahaan pemberi kerja (wiraswasta), tagihan potongan 3 persen harus ditanggung sendiri.

Menurut Arin, selain dari aspek jumlah persentase dan nominal, soal jaminan kepastian memperoleh rumah bagi buruh dan peserta tapera setelah bergabung dengan program tersebut perlu dipertegas dan diperjelas. Supaya tidak merugikan buruh dan peserta tapera.

Secara teknis, hitungan kasar jika rata-rata upah buruh Indonesia di angka Rp 3,5 juta per bulan, dipotong 3 persen per bulan, nominal iurannya sekitar Rp 105.000 per bulan atau Rp 1.260.000 per tahun.

Mengingat tapera merupakan tabungan sosial, dalam jangka waktu 10-20 tahun ke depan, uang yang terkumpul di angka Rp 12.600.000 hingga Rp 25.200.000.

Menurut Arin, itu nominal yang kecil untuk ukuran rumah. Selain itu, apakah harga rumah untuk jangka waktu 10 atau 20 tahun ke depan masih sama?

“Meski ditambah dengan keuntungan usaha dari tabungan sosial tapera tersebut, apakah dana yang terkumpul cukup untuk membeli rumah? Tentu hal ini perlu ditinjau lagi,” tegasnya. 

Seharusnya, kata Arin, jaminan kepemilikan rumah itu menjadi kewajiban negara. Sedangkan menghadirkan tapera untuk pegawai, khususnya pegawai swasta, belum solusi efektif. Namun merupakan upaya pengalihan tanggungjawab pemerintah sekaligus bukti minimnya peran pemerintah.

“Akhirnya, di tengah kegaduhan ini banyak dari masyarakat berpikir bahwa pemerintah hanya sebagai pengumpul iuran dari rakyat dan buruh,” tandas Arin. 

(Uswatun/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini