Perbudakan Teologis: Beda Tipis Antara Kerahiban dan Kehabiban

0
11
Dr Nurbani Yusuf MSi, dosen UMM, pengasuh komunitas Padhang Makhsyar. (AS/Klikmu.co)

Oleh: Dr Nurbani Yusuf MSi

Kerahiban mengaku dzuriyah anak Allah, kehabiban mengaku keturunan Nabi Allah. Keduanya mengandung potensi sama: “Perbudakan Teologis”.

Atau menurut Cak Nur (Nurcholish Masjid): religio feodalistik.

Pada setiap agama atau kumpulan para iman, glorifikasi menjadi bagian yang tidak bisa dipisah, meski dengan kadar yang teramat sedikit

Sekelompok orang mengaku paling suci, kemudian mengaku sebagai wakil Tuhan dan melakukan banyak penyimpangan atas nama Tuhan.

Di berbagai tempat di belahan dunia, glorifikasi dilakukan karena banyak indikasi, salah satunya mengaku sebagai keturunan matahari atau RA.

Semua kaisar di Jepang mengaku sebagai keturunan dewa matahari, orang Yunani Kuno juga sama, Dewa Janus, Dewa Venus adalah nama-nama dewa abadi yang diglorifikasi sebagai alat justifikasi nashab.

Tidak hanya itu, hari Menggo adalah salah satu nama dewa pagan yang diabadikan hingga saat ini.

Ken Dedes moyang Raja Singhasari dan Daha dan sekitarnya juga sama—pada vaginanya memancar cahaya matahari berkilau, yang kemudian diyakini bakal melahirkan trah raja di Nusantara.

Soekarno pun demikian. Presiden pertama Indonesia ini adalah Putra Sang Fajar—ia memproklamasikan negara di tengah genting yang sangat, keberanian yang hanya dimiliki layaknya matahari, kuat menggelora dan panas penuh ghirah.

Glorifikasi adalah niscaya: pada kelompok tertentu komunitas tertentu atau agama tertentu, dengannya banyak di dapat: penghormatan, pemuliaan, dan uang.

Awam dan jelata adalah objek paling mudah didoktrin untuk tujuan glorifikasi. Eksploitasi dan kapitalisasi agama cukup signifikan mereduksi iman, bahkan Tuhan pun disandingkan atau disamakan dengan ciptaan-Nya, yang dalam bahasa Islam disebut syirik. Saat tertentu Tuhan dikalahkan, sebut saja dongeng-dongeng khurafat dan takhayul menjadi penguat.

Hipotesis Kiai Dahlan menghapus takhayul dan khurafat adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan—dengan pendidikan yang berkualitas maka dongeng-dongeng khurafat, mitos, dan takhayul bisa dikikis, setidaknya dikurangi.

Sistem kerahiban dan kehabiban adalah yang paling punya potensi melakukan glorifikasi dalam bentuknya yang generik meski bersifat lokal dan kasuistik. Kerahiban mengaku dzuriyah anak Allah, kehabiban mengaku keturunan Nabi Allah. Keduanya mengandung potensi sama: “Perbudakan Teologis”.

Dalam kurun tertentu: sistem kerahiban dan kehabiban sangat dibutuhkan untuk mobilisasi sosial umat dalam makna positif.

Tegasnya, sistem kerahiban yang dipraktikkan di Eropa Abad Gelap. Beda tipis dengan sistem kehabiban yang dilembagakan pada Rabithah Alawiyah di Indonesia saat sekarang, dengan kekhususan. Wallahu ta’ala a’lm.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini