Oleh: Ace Somantri
KLIKMU.CO
Lagi-lagi dunia pendidikan mendapat sorotan publik karena ada kasus menimpa siswa sekolah yang terbilang sekolah ternama. Peristiwa tersebut sebenarnya tidak hanya terjadi saat-saat ini, melainkan sudah sering terjadi cukup lama. Hal itu perlu dipublikasikan dari berbagai hasil survei dan riset, harus dapat diketahui secara objektif sebab dan akibatnya akibat dari perbuatan tersebut.
Dunia pendidikan akan selalu menjadi salah satu pusat dari sekian masalah di berbagai peristiwa yang muncul dalam kehidupan sosial, baik secara langsung ataupun tidak. Pasalnya, sikap dan perilaku setiap individu seseorang sangat terkait dengan hasil dari proses pendidikan yang didapat. Diterima atau tidak, hal ihwal perbuatan dan tindakan seseorang secara sosio-antropologis sangat besar dipengaruhi karakter pendidikan dan pengetahuannya, baik yang bersumber dari lingkungan keluarga ataupun kondisi dan situasi lingkungan sekolahnya.
Semakin banyak lembaga pendidikan di berbagai tingkatan dan jenjang, baik formal, nonformal dan juga informal. Bahkan relatif menjamur lembaga pendidikan tingkat anak usia dini sejak ada kebijakan paudisasi melalui kekuatan struktur pemerintah hingga organisasi tingkat RW dan RT.
Memang terkesan sporadis, yang penting ada kegiatan anak-anak usia dini yang dikelola oleh PKK tingkat RW tanpa memedulikan kesiapan sumber dayanya. Namun, masih ada niat baik akan pentingnya pendidikan. Hanya sayang, hal ini tidak berlangsung masif dan keberlanjutan. Saat ini yang terjadi berjalannya waktu seleksi alam, ada yang mati tidak lanjut operasionalnya karena banyak faktor. Namun juga ada yang lanjut hingga berjalan dengan sehat operasionalnya.
Penting diketahui, hingga kini penyelenggaraan pendidikan harus ada kepedulian serius semua pihak yang terlibat, termasuk orang tua. Peristiwa-peristiwa disfungsi sosial yang muncul akibat dari lingkungan keluarga, masyarakat dan sekolah. Termasuk yang saat ini menjadi sorotan publik yang memilukan hal ihwal perundungan atau bullying warga sekolah di lingkungan sekitar.
Peristiwa tersebut dugaan sementara akibat lingkungan sekolah tidak ada kontrol ketat secara komprehensif, baik dalam lingkup saat hari aktif sekolah maupun di luar sekolah. Kepedulian warga sekolah yang dikomandani oleh kepala, wakil kepala, wali kelas, dan para guru masih fokus seputar orientasi kesejahteraan dan academic oriented. Ketercapaian yang dibebankan oleh negara dan orang tua pada umumnya tidak jauh dua hal tersebut, sementara kecerdasan sosial emosional yang berorientasi pada teologi sosial atau amanah syari’at al ma’un masih jauh dari harapan apalagi seharusnya.
Akibatnya, pendidikan kita sekadar untuk memenuhi kemampuan logika nalar yang sangat minim kemampuan simpati dan empati pada sesama. Padahal, taksonomi bloom menegaskan akan pentingnya ketercapaian attitude (sikap baik). Kita tidak saling tuduh siapa yang bersalah, melainkan menjadi catatan penting keberlangsungan pendidikan dalam membangun generasi-generasi berbudi pekerti.
Terlepas dari hal itu, jenjang dan tingkat satuan pendidikan, termasuk jenis, bentuk, dan standar sekolah. Pokok pentingnya, masyarakat pendidikan bersama-sama merevitalisasi niat dan orientasi penyelenggaraan pendidikan ibadah yang tulus dengan menempatkan sekolah sebagai nobel industry.
Perundungan atau bullying adalah salah satu tindakan kejahatan psikologis dan fisiologis. Para pelaku harus mendapatkan sanksi yang membuat jera sesuai kadarnya. Jika masih banyak yang menganggap perundungan atau bullying sesuatu yang lumrah di masa-masa usia puber yang akan terlewati, hal itu pandangan keliru dan salah. Bahkan, dapat dikategorikan satu kesatuan sikap buruk yang tidak dibenarkan dalam ajaran agama mana pun. Sehingga ada konsekuensi dari sikap dan perbuatan tersebut sebagai amal buruk yang sangat berdosa bagi pelakunya, termasuk yang memiliki pandangan bahwa hal tersebut perbuatan lumrah.
Penting dipahami oleh semua pihak, bahwa pendidikan bukan sekadar proses pembelajaran penambahan dan peningkatan pengetahuan semata, melainkan menanamkan nilai-nilai moral etik sebagai penyempurna sebuah ide dan gagasan yang muncul setiap kali manusia berpikir. Logika tanpa etika akan melahirkan sikap bermuka dua atau sangat mungkin dalam psikologi berkepribadian ganda, bahkan lebih parah dikenal dalam terminologi pemikiran Islam, yaitu seseorang yang munafik.
Pendidikan adalah ibadah, pembelajaran bagian dari kaifiyat syariat yang harus dijalankan sesuai kaidah-kaidah ilmu yang disesuaikan dengan teks-teks normatif dan kebutuhan kontekstual, baik yang berhubungan dengan tempat, waktu, situasi, dan kondisi alam semesta serta isinya.
Sejatinya saat kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi referensi dalam membangun pendidikan, akan berbanding lurus dengan perkembangan nilai-nilai etik dunia pendidikan. Kemajuan dan perkembangan bukan hanya peningkatan pengetahuan nalar dan logika dan keterampilan praktis, melainkan harus ada peningkatan nilai sikap moral etik yang luhur. Pasalnya, sikap etik sebenarnya puncak dari keluhuran atau ketinggian budi pada setiap jenjang dan tingkat pendidikan seseorang.
Dalam terma teologi, ada penekanan yang memberikan pernyataan sikap religiusitas bahwa semakin tinggi ilmu pengetahuan maka seharusnya ada konsekuensi semakin tinggi pula nilai-nilai keimanannya atau sikap keberagamaan seseorang. Artinya, meningkatnya jenjang pendidikan seseorang sebaiknya dan semestinya disertai meningkatnya nilai-nilai moral etik.
Ketika muncul kasus-kasus perundungan dan bullying dalam lingkup dunia pendidikan, para pihak yang terlibat harus ikut bertanggung jawab baik secara hukum maupun hal lain yang langsung atau sekadar support moral. Sangat perlu dikaji dengan saksama penyebab-penyebab objektif terjadinya sikap buruk tersebut. Hanya, dugaan secara umum diakibatkan generasi milenial terlalu imitatif terhadap fenomena kesenjangan sosial lingkungan remaja-remaja yang masuk dalam kelompok gangster lokal yang diturunkan oleh generasi sebelumnya atau terinspirasi dari media informasi yang masuk tanpa permisi melalui rumah-rumah media sosial dengan akun yang dimiliki di antara mereka anak-anak usia remaja.
Derasnya aliran informasi yang sangat masif, dengan konten media sosial yang sangat menarik. Dipastikan content creator-nya pasti usianya tidak jauh dengan objek sasarannya. Perubahan sikap perbuatan dengan cara mengimitasi segala hal yang dilakukan oleh orang-orang di mana sumber informasi tersebut muncul, dengan diperkuat trendi yang digandrungi anak-anak remaja dalam bawah sadarnya.
Berbekal mengikuti dari imitasi yang bersumber dari media informasi, akhirnya diujicobakan dalam kehidupan mereka pada realitas nyata disesuaikan dengan adegan-adegan yang dipahaminya dalam media yang didapat. Gangster-gangster pada kelompok anak remaja bentuk pergeseran dari kelompok gangster orang-orang dewasa.
Namun, seiring waktu terjadi pergeseran dari usia dewasa ke usia remaja. Hal tersebut patut disayangkan karena usia remaja dalam posisi kondisi masa-masa unstabilitas emosi sehingga sangat rentan mengalami kerusakan fatal terhadap pembangunan sebuah keluarga kuat, dan akan memengaruhi kepada pembangunan bangsa dan negara.
Perundungan yang dilakukan dalam kelompok gangster hal biasa, namun di usia dewasa hal itu adalah pilihannya. Sementara di usia remaja pada umumnya hanya coba-coba yang berdampak buruk pada kehidupan berikutnya masuk di usia dewasa. Cukup mengerikan jikalau hal tersebut diabaikan, selain masa depannya hancur berantakan dan akhirnya akan mendatangkan penyakit sosial yang terus menyebar virusnya ke seluruh urat nadi kehidupan sosial masyarakat. Jauh akan merasakan generasi emas, yang terjadi mendatangkan dan menyebabkan generasi lemas tak berdaya.
Pendidikan jalan mulia untuk sebuah perubahan. Tidak mungkin ada perubahan menuju kebaikan selama pola dan model pendidikan yang dikembangkan masih fokus pada cognitive oriented yang mengasah pada pengetahuan dan hafalan, sementara untuk penguatan nilai-nilai moral etik masih nan jauh di sana sesuatu yang abstrak transendental. Perundungan dan bullying akan terus tumbuh subur di tengah kehidupan sosial yang tidak adil, apalagi sudah masuk dalam lingkup pendidikan. Jangan-jangan perilaku gangster sudah menjadi style anak-anak remaja, rasa berharga dalam dirinya dan percaya diri saat ada kekuatan kelompok yang melindunginya.
Peristiwa di Serpong, Tangerang Selatan, beberapa hari lalu dalam kasus perundungan usia remaja yang notabene para pelajar di sebuah sekolah berstandar internasional, kasus tersebut sebenarnya masuk ranah tindakan kriminalitas yang mengakibatkan korban masuk rumah sakit karena saat divisum banyak luka dalam tubuhnya. Di usia remaja memang sangat rentan akan sikap dan perbuatan yang melanggar kaidah-kaidah hidup. Selain usianya lebih dominan, keremajaan yang identik dengan perilaku reaktif dan dekonstruktif.
Perundungan dalam dunia pendidikan sudah marak, tak disadari gangster kelompok usia remaja terus menjamur dan akan memicu turbulensi sosial yang memengaruhi situasi stabilitas kehidupan di lingkungan anak remaja. Kasus kasuistik di Serpong jadi viral dalam layar kaca media sosial. Peristiwa tersebut menjadi ibrah bagi semua pihak, fakta dan nyata bahwa gangster usia remaja sudah menjalar, dan itu mengkhawatirkan jika dibiarkan atau dianggap lumrah. Sangat mengkhawatirkan dan membuat gelisah orang tua, nilai trust dunia pendidikan di Indonesia sedang mengalami hal memilukan semua pihak.
Jumlah kuantitas indeks pertumbuhan manusia bidang pendidikan tumbuh melaju, namun tak dibarengi dengan tumbuh laju kualitas moral etik. Perundungan dan bullying salah satu pemicu keburukan secara langsung maupun tidak. Pasalnya, perbuatan tersebut dampak bahayanya lebih permanen yang cukup sulit disembuhkan. Hal itu akan tertanam dalam bawah sadarnya sifat-sifat dendam kesumat, naudzubillahi mindzalik.
Semoga ada identifikasi menyeluruh penyebab-penyebabnya dan dilakukan penanganan khusus untuk mengurai dan mengurangi fenomena tersebut. Bila perlu diamputasi titik pusat persoalannya. Wallahu’alam.