Siapa yang Berwenang Putuskan Hilal?

0
30
Dr Nurbani Yusuf MSi, dosen UMM, pengasuh komunitas Padhang Makhsyar. (AS/Klikmu.co)

Oleh: Dr Nurbani Yusuf MSi

KLIKMU.CO

Afwan, saya sedang tak bicara tentang apakah metode hisab atau rukyat mana yang lebih baik atau mana di antara kedua metode melihat hilal itu yang lebih diterima akal sehat berdasar sunah maqbullah.

Saya tidak membincang keunggulan metode hisab atas rukyat atau kesunahan rukyat atas metode hisab. Pertanyaan dasarnya adalah: Siapakah yang punya otoritas dan kewenangan menetapkan kalender? Jawabnya: Penguasa yang sah, yang legitimate, yang legal formal diakui keabsahannya oleh kaum mukminin. Bukan ormas, manhaj, atau aliran sekelompok tertentu.

Lantas, bagaimana jika seseorang melihat hilal Ramadhan? Jumhur ulama berpendapat: Ia berkewajiban menyampaikan kepada penguasa yang sah, yang punya otoritas, yang legitimate, seperti ketika seorang sahabat yang melihat hilal, ia menyampaikan kepada Nabi SAW sebagai pemegang otoritas untuk ditetapkan, bukan diumumkan sendiri ke publik tanpa sepengetahuan Nabi SAW.

Bagaimana jika persaksiannya ditolak oleh Nabi SAW atau penguasa di negeri muslim?

Para ulama berikhtilaf: Imam Syafii, Imam Ahmad, dan Ibnu Hazm berpendapat ia boleh berpuasa dan berbuka berdasar hilal yang ia lihat, tapi dilakukan secara sembunyi-sembunyi agar tidak menyelisihi mayoritas. Semata untuk menjaga stabilitas dan mencegah perpecahan di kalangan umat. Menepis ego kelompok, manhaj, merawat kebersamaan jamaah lebih diutamakan.

Saya mengidamkan: Hasil hisab Majelis Tarjih dan hasil rukyat sama-sama diumumkan dan ditulis dalam lembaran negara. Agar keduanya punya legalitas untuk diamalkan publik.

Nabi SAW bersabda:

‎صَوْمُكُمْ يَوْمَ تَصُومُونَ وَفِطْرُكُمْ يَوْمَ تُفْطِرُونَ وَأَضْحَاكُمْ يَوْمَ تُضَحُّونَ

Puasa kalian ditetapkan tatkala mayoritas kalian berpuasa, Idul Fitri ditetapkan tatkala mayoritas kalian ber-Idul Fitri, dan Idul Adha ditetapkan tatkala mayoritas kalian ber-Idul Adha.”

Imam Ahmad –dalam salah satu pendapatnya– berkata:

‎يَصُومُ مَعَ الْإِمَامِ وَجَمَاعَةِ الْمُسْلِمِينَ فِي الصَّحْوِ وَالْغَيْمِ

Berpuasalah bersama pemimpin kalian dan bersama kaum muslimin lainnya (di negeri kalian) baik ketika melihat hilal dalam keadaan cuaca cerah atau mendung.”

Imam Ahmad berkata,

‎يَدُ اللَّهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ

Allah akan senantiasa bersama (yaitu memberi pertolongan) pada orang yang berpegang teguh dengan jamaah (Majmu’ Al Fatawa, 25/117).

Tidak bisakah pada setiap yang melihat hilal atau setiap produk fatwa tentang metode melihat atau menghisab hilal, tidak langsung diumumkan kepada publik, tapi diserahkan kepada negara atau institusi yang berkewenangan dan berotoritas menyampaikan kepada publik sehingga dua metode (hisab dan rukyat) yang secara kultural telah hidup di negara kita tercinta resmi diakui sebagai pendapat yang legal diakui negara, bukan metode salah satu aliran atau manhaj yang hanya berlaku pada sekelompok tertentu.

Agar tak setiap kita punya puasa Ramadhan sendiri Idul Fitri sendiri Idul Adha sendiri.

Bersyukur hidup di negara Islam paling demokratis: andai di negeri khilafah pasti sudah dianggap makar karena menyelisihi pendapat resmi penguasa yang sah. Sebagaimana Imam Ahmad pernah dipenjara karena menyelisihi pendapat Khalifah Al Makmun tentang: Apakah Al-Quran itu makhluk atau kalam Allah.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini