Kasus Obat Mahal, MPKU PWM Jatim Dorong Pemerintah Gandeng Perguruan Tinggi

0
13
Ketua MPKU PWM Jatim Mundakir. (Istimewa/KLIKMU.CO)

KLIKMU.CO – Muhammadiyah Jatim menyoroti kasus obat mahal yang terjadi di Indonesia. Ketua Majelis Pembinaan Kesehatan Umum (MPKU) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim Mundakir mengatakan, pemerintah seharusnya bisa melakukan kerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia untuk mengatasi sengkarut harga obat mahal.

Langkah tersebut dinilai sangat efektif agar masalah obat mahal di dalam negeri tidak berlarut-larut.

“Saya yakin perguruan tinggi kita mampu kalau diberi kepercayaan. Ketika masa pandemi Covid-19 dulu, beberapa perguruan tinggi di Indonesia juga mampu mengembangkan vaksin,” ujar Mundakir dalam keterangannya, Kamis (4/7/2024).  

Menurut Mundakir, masalah obat mahal harus menjadi perhatian serius, baik bagi masyarakat maupun pemerintah. Sebab, kondisi ini berdampak besar karena beban masyarakat, terutama dari golongan ekonomi menengah ke bawah, yang kesulitan mendapatkan obat.

“Ketidakmampuan mereka membeli obat lantaran harganya yang tinggi itu menyebabkan pengobatan tertunda atau tidak optimal,” tegas wakil rektor Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya itu.

Mundakir lebih lanjut menjelaskan, problem obat mahal sudah berlangsung sejak lama. Harga obat dan alat-alat kesehatan di dalam negeri diketahui jauh lebih mahal 300-500 persen atau 3-5 kali lipat dibandingkan negara tetangga, termasuk Malaysia.

Fakta ini telah memantik reaksi pemerintah. Dalam rapat internal bersama menteri, Selasa (2/7/2024), Presiden Joko Widodo meminta jajaran anggota kabinet, khususnya Kementerian Kesehatan, untuk memastikan harga alat kesehatan (alkes) dan obat-obatan dapat ditekan turun agar setara dengan negara-negara lain.

Inefisiensi Perdagangan

Penyebab obat mahal juga telah disampaikan Menkes Budi Gunadi Sadikin. Salah satunya adalah inefisiensi perdagangan.

Karena itu, perlu ada tata kelola yang lebih transparan untuk mencari kombinasi semurah mungkin bagi pengadaan alat kesehatan dan obat-obatan di Indonesia.

Dengan menggandeng perguruan tinggi, terang Mundakir, pemerintah bisa memaksimalkan sumber daya manusia yang berkompeten dan fasilitas penelitian yang dapat digunakan untuk mengembangkan obat-obatan baru.

“Pemerintah bisa mendukung pendirian fasilitas produksi obat di kampus atau menjalin kerja sama dengan industri farmasi lokal untuk memproduksi obat hasil penelitian perguruan tinggi,” sebut dia.

Mundakir lalu menceritakan pengalamannya ikut International Winter School (IWS) tahun 2023 yang diselenggarakan Tehran University of Medical Sciences (TUMS). 

Di sana, dia mengunjungi Endocrine and Metabolism Research Institute (EMRI), salah satu dari 50 pusat penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran dasar klinis dan eksperimental di bidang endokrinologi dan metabolisme dengan fokus pada diabetes dan osteoporosis.

TUMS juga punya Pharmaceutical Incubator (PI), tempat riset dan produksi obat-obatan. Inkubator ini memiliki 12 perusahaan afiliasi sebagai pengembangan produksi dan pemasaran dari produk yang dihasilkan.

“Di sana sudah bisa memproduksi 120 produk farmasi penting dan telah meluncurkan 60 produk farmasi baru. Jenis obat yang dikembangkan antara lain obat jenis tablet, kapsul, inhaler, dan obat injeksi,” ungkap Mundakir yang mengaku majelis yang dipimpinnya kini menaungi 36 rumah sakit dan 50 klinik.

Lewat pengalaman itu, imbuh dia, perguruan tinggi di Indonesia diyakini mampu melakukan hal serupa, bahkan lebih baik.

Political will atau kemauan politik pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah harga obat mahal melalui kolaborasi dengan perguruan tinggi,” tandas Mundakir.

(Agus Wahyudi/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini