Khutbah Idul Fitri PCM Rawalumbu: Kedudukan Takwa dalam Islam

0
37
M. Ikhwan Rahmanto STP MSi mengisi khutbah shalat Idul Fitri Pimpinan Cabang Muhammadiyah Rawalumbu. (Hidayat Tri/Klikmu.co)

Bekasi, KLIKMU.CO – Pimpinan Cabang Muhammadiyah Rawalumbu Kota Bekasi menggelar shalat Idul Fitri 1445 H di halaman parkir Plaza De’Minimalist pada Rabu (10/4). Bertindak sebagai imam dan khatib M. Ikhwan Rahmanto STP MSi yang juga menjabat Ketua Pimpinan Cabang Muhammadiyah Rawalumbu.

Dalam khutbahnya, M. Ikhwan R menegaskan bahwa takwa itu memiliki kedudukan yang amat penting dalam Islam. Tidak kurang kalimat takwa disebutkan di dalam Al-Qur’an sebanyak 258 kali dalam berbagai bentuk dan dalam konteks yang bermacam-macam.

Imam As-Syaukani menjelaskan bahwa takwa adalah puncak dari segala sesuatu dari tujuan amal kebaikan yang dilakukan oleh manusia. Allah subhaanahu wa ta’aalaa telah memberi petunjuk kepada manusia semuabahwa sebaik-baik bekal adalah dengan takwa.

Lebih lanjut, ia lantas mengutip seorang tabi’in, Umar bin Abdul Aziz Rahimahullah, yang menekankan makna takwa kepada Allah itu bukanlah terletak pada puasanya seseorang di siang hari dan salatnya di tengah malam maupun hal-hal yang dia kerjakan di waktu-waktu itu.

“Akan tetapi ketakwaan kepada Allah terletak pada meninggalkan apa-apa yang diharamkan Allah dan mengerjakan semua kewajiban-kewajiban yang Allah perintahkan dan barang siapa yang telah diberi rezeki sesudah itu maka itu merupakan kebaikan menuju kebaikan,” tuturnya.

Ikhwan menjelaskan, takwa tidak melihat seseorang itu dari status sosial, jenis kelamin, bangsa dan negara, warna kulit, ningrat ataupun warga biasa. Akan tetapi gelar takwa dapat diperoleh siapa saja yang bersungguh-sungguh untuk mendapatkanya, melalui menjalani perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

“Kini shaum Ramadhan 1445 H telah usai kita laksanakan. Masing-masing diri kita tentu punya kenangan tersendiri, punya catatan tersendiri. Ramadhan adalah tamu agung. Semoga memberikan makna bagi kita, yakni peningkatan kualitas diri kita pasca-Ramadhan. Ini sejalan dengan makna Syawal, yaitu peningkatan.

Di akhir khutbahnya, dosen Universitas Islam “45” Bekasi ini mengajak umat Islam baik itu pimpinan/anggota/simpatisan Muhammadiyah untuk melakukan pencerahan pasca-Ramadhan.

Pertama, melalui muhasabah. Bagaimana kualitas shaum kita, terutama shaum yang baru saja kita tunaikan. Sebagai hamba yang lemah tentu masih banyak kekurangan.

Boleh jadi banyak peluang kebaikan dengan berbagai janji pahala besar yang pasti benar, namun kita kurang tertarik untuk mengamalkannya. Boleh jadi masih banyak perkataan dan perbuatan buruk yang jelas jelas merusak kualitas shaum kita, tapi belum bisa kita tinggalkan.

Kedua, marilah kita upayakan agar shaum Ramadhan kita menjadi berkah. Berkah (barokah) artinya ziyadatul khair, yakni bertambahnya kebaikan.

“Nah, amalan yang dekat waktunya dari shaum di bulan ramadhan adalah shaum syawal. Menunaikannya berarti ikhtiar agar kebaikan kita bertambah,” katanya.

Ketiga, mari kita wujudkan keluarga kita agar menjadi keluarga yang bertakwa bahkan pemimpin orang-orang bertakwa dengan sedini mungkin menjadikan keluarga yang memahami Islam dengan baik, yang bagus akhlaknya, dan memiliki semangat menebar manfaat, mengajak umat menjadi orang-orang bertakwa.

Keempat, mari kita tingkatkan pemahaman kita terhadap Islam. Tidak ada kata terlambat bagi yang sudah berusia lanjut sekalipun. Masih ada kesepatan untuk mengikuti taklim. Termasuk mari kita manfaatkan HP kita, akses internet yang kita miliki untuk ngaji, tentu harus dengan hati hati dalam memilih narasumber.

Mungkin diri kita sebagai orang tua, sudah telanjur tidak mendapatkan pendidikan agama Islam yang memadai di saat anak anak dan remaja atau muda.

Mari kita usahakan anak anak kita agar memiliki pemahaman agama islam yang lebih baik dari kita, mungkin dengan masuk madrasah, masuk sekolah islam terpadu, masuk pesantren, atau tetap di sekolah/perguruan tinggi umum namun memiliki jadwal ngaji.

“Intinya jangan sampai kita ini bertahan menjadi orang yang awam, apalagi anak anak kita, jangan sampai menjadi generasi yang lemah pemahaman keislamannya. Mari kita manfaatkan sebagian waktu kita untuk ngaji. Bertekadlah agar anak-anak kita harus lebih baik dari kita. Sebagian dari anak-anak kita perlu disiapkan menjadi ustadz, menjadi ulama. Kalaupun sudah telanjur tidak kesampaikan maka kita siapkan sebagian cucu-cucu kita untuk menjadi ulama pewaris nabi, yang siap menunaikan dakwah, siap menjadi pemimpin orang-orang yang bertakwa,” katanya.

“Upaya pencerahan pasca-Ramadhan ini memang perlu dilakukan dengan sungguh-sungguh dan konsisten dalam menjalaninya,” imbuh Ikhwan.

(Hidayat Tri/AS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini