Tiga Cara Puasa Asyura Sesuai Sunah yang Belum Banyak Diketahui

0
151
Drs H Suhadi M. Sahli MAg. (KLIKMU.CO)

Oleh: Drs H Suhadi M. Sahli MAg

KLIKMU.CO

Sebaik-baik puasa setelah Ramadlan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram. Dan sebaik-baik shalat setelah shalat fardhu ialah shalat malam (HR. Muslim).

Allah membuka awal tahun dengan bulan haram (Muharram) dan menjadikan akhir tahun dengan bulan haram (Dzulhijjah). Tidak ada bulan dalam setahun, setelah bulan Ramadhan, yang lebih mulia di sisi Allah daripada bulan Muharram. Dulu bulan ini dinamakan Syahrullah Al-Asham (bulan Allah yang sunyi), karena sangat mulianya bulan ini (Lathaiful Ma’arif, hal. 34).

Bahwa Rasulullah saw ditanya tentang puasa Asyura, beliau menjawab: menghapus dosa satu tahun yang lalu (HR. Muslim ).

Tiga Cara Puasa Asyura di Bulan Muharram

Cara pertama ialah melakukan puasa pada hari Asyura, yaitu tanggal 10 Muharram, berdasarkan sabda Rasulullah saw berikut:

 عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهماُ قَالَ مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى صِيَامَ يَوْمٍ فَضَّلَهُ عَلَى غَيْرِهِ إِلاَّ هَذَا الْيَوْمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ رواه البخاري

Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw membiasakan berpuasa suatu hari yang lebih diutamakan dari yang lainnya kecuali hari ini, yaitu hari Asyura’ [HR. Al-Bukhari].

Cara kedua adalah dilaksanakan pada hari Tasu’a (tanggal 9 Muharram) dan hari Asyura (tanggal 10 Muharram) supaya berbeda dengan puasa yang telah dilakukan oleh Yahudi dan Nashrani, sebagaimana sabda Rasulullah saw berikut:

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ قَالَ حِينَ صَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ . [رواه مسلم وأبو داود] . وَفِي لَفْظٍ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ لَئِنْ بَقِيْتُ إِلَى قَابِلٍ لأَصُوْمَنَّ التَّاسِعَ يَعْنِي يَوْمَ عَاشُورَاءَ . [رواه أحمد و مسلم] . وقَالَ أَبُو عَلِيٍّ رَوَاهُ أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ عَنِ ابْنِ أَبِي ذِئْبٍ زَادَ فِيهِ مَخَافَةَ أَنْ يَفُوتَهُ عَاشُورَاءُ . [انظر سنن ابن ماجه]

Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia menerangkan: Ketika Rasulullah saw berpuasa pada hari Asyura’ dan menyuruh para sahabat juga berpuasa, maka mereka berkata: Wahai Rasulullah, hari Asyura’ itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Maka Rasulullah saw bersabda: Kalau demikian, Insya Allah tahun depan kita berpuasa [juga] pada hari yang kesembilan. Ibnu Abbas melanjutkan ceritanya: Tetapi sebelum datang tahun depan yang dimaksud, Rasulullah saw telah wafat. [HR Muslim dan Abu Dawud]. Dalam lafazh lain Rasulullah saw bersabda: Jika Saya panjang umur sampai tahun depan, niscaya saya akan berpuasa pada hari kesembilan, yakni hari, Asyura’. [AR. Ahmad dan Muslim]. Abu ‘Ali mengatakan: Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad Ibn Yunus dari Ibnu Abi Dzi’b dengan tambahan “karena beliau takut ketinggalan ‘Asyura’.” [Lihat Ibnu Majah].

Cara ketiga adalah dilakukan pada tanggal 9, 10, dan 11 Muharram berlandaskan pada sabda Rasulullah saw berikut:

عن ابن عباس، أنّ النّبي- صلّى الله عليه وسلّم- قال: صوموا يوم ‏عاشوراء وخالفوا فيه اليهود: صوموا قبله يوماً، وبعده يوماً، وعند الإمام أحمد أيضاً وابن خزيمة: صوموا يوماً قبله أو يوماً بعده

Dari Ibnu Abbas bahwa Nabi saw bersabda: berpuasalah pada hari Asyura dan berbedalah dengan orang-orang Yahudi, maka berpuasalah sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya (HR. Ahmad).

Juga menurut Imam Ahmad dan Ibn Huzaimah puasalah sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.

Yang dimaksud hadis tersebut menurut Syeh Faishal Ibnu Aziz dalam kitabnya Nailul Authar bahwa yang paling berhati-hati adalah puasa tiga hari, yaitu pada tanggal 9, 10, dan 11. Maka puasa Asyura itu dibagi menjadi tiga tingkatan: pertama, puasa tanggal 10 saja; kedua, puasa tanggal 9 dan 10; dan yang ketiga, puasa tanggal 9, 10, dan 11.

Sementara Keputusan Munas Tarjih ke-XXVI di Padang, Sumatera Barat, tahun 2003, berdasarkan SK PP Muhammadiyah No 07/KEP/I.0/B/2008 tentang Tanfidz Keputusan Musyawarah Nasional Tarjih XXVI menetapkan bahwa disunahkan puasa pada hari Tasu’a (tanggal 9 Muharram) dan hari Asyura (tanggal 10 Muharram).

Selanjutnya, penulis menegaskan bahwa tidak ada amalan khusus yang disyariatkan di bulan Muharram kecuali puasa Tasu’a, Asyura, dan hari kesebelas, serta puasa sunah lainnya seperti puasa Senin dan Kamis, ayyamul baidl, dan puasa sunah Dawud. 

“Mengkhususkan puasa pada hari tertentu di bulan Muharram yang tidak ada dalil yang sahih seperti puasa awal tahun baru tanggal 1 Muharram atau hari lainnya selain yang telah ditentukan oleh syariat di bulan Muharram, tidak boleh diamalkan. Karena ibadah itu wajib berdasarkan dalil yang shahih. Karena puasa Tasu’a, Asyura, dan hari kesebelas dari bulan Muharram berdasarkan dalil-dalil yang shahih maka hukumnya adalah sunnat muakkad. Jadi dalam mengamalkan puasa Asyura di bulan Muharram itu boleh memilih di antara tiga alternatif berikut:

  1. Melakukan pada tanggal 10 Muharram (Asyura) saja
  2. Melakukan pada tanggal 9 dan 10 Muharram (Tasu’a dan Asyura)
  3. Melakukan pada hari Tasu’a, Asyura, dan hari tanggal 11 Muharram

Wallaahu a’lam.

Drs H Suhadi M. Sahli MAg
Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Surabaya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini