Kyai Mahsun Djayadi: Marhaban Yaa Ramadhan ” Pemilu dan Puasa”

0
857
Foto Kyai Mahsun Jayadi diambil oleh Bintang Ramadhan

KLIKMU.CO

Oleh: Kyai Mahsun Djayadi*

Marhaban Yaa Ramadhan, tidak terasa waktu berlalu begitu cepat, bulan pesta demokrasi sudah berlalu, bulan Penuh Rahmat dan kemenangan akan segera kita lalui. Pemilu dan puasa adalah dua hal yang berbeda. Tidak ada hubungannya satu dengan yang lain. Tetapi, jika dilihat dari substansi “roh” atau jiwa masing-masing, bisa terlihat benang merahnya.

Pemilu adalah salah satu bentuk ritual bangsa Indonesia lima tahun sekali dalam rangka meneguhkan dan mendewasakan proses berdemokrasi di negeri yang multikultural ini. Untuk mendewasakan berdemokrasi, dibutuhkan kesungguhan (jihad) saling menghormati dan berkompetisi secara akal dan budi.

Jika proses dan pasca pemilu kita masih disuguhi oleh para elite pemandangan adanya intimidasi, pemaksaan, dan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif, sesungguhnya perilaku itu telah menodai demokrasi itu sendiri.

Ali bin Abi Thalib ra pernah merasa gerah melihat berbagai penyimpangan di zaman kepemimpinannya. Ia mengatakan: “Sesungguhnya kita ini telah berada pada situasi yang mengerikan dan kita masuk pada zaman yang penuh penjungkirbalikan nilai. Indikasinya, pertama, banyaknya elite yang bisa mengubah opini yang baik terkesan buruk dan yang buruk terkesan tampak baik. Kedua, banyaknya elite yang zalim dan merasa bangga dengan kezalimannya”.

Kelihatannya penyimpangan-penyimpangan akibat perilaku politik di zaman kita sekarang ini ada kemiripannya dengan apa yang pernah dikeluhkan oleh Ali bin Abi Thalib. Na’udzu billahi min dzalik.

Sungguh, kita sebagai warga negara Republik Indonesia dalam berpartisipasi pada pemilu ini sangat-sangat membutuhkan kesungguhan (jihad), kejujuran, moralitas, dan kesabaran.
Puasa (shiyam) adalah salah satu bentuk ritual agama Islam yang diwajibkan setahun sekali di bulan Ramadhan.

Ada substansi yang sama tentang “kesiapan” kita antara mengikuti pemilu dan menjalankan ibadah puasa (shiyam). Yaitu sama-sama membutuhkan kesungguhan (jihad), sama-sama membutuhkan kejujuran, sama-sama membutuhkan moralitas, dan sama-sama membutuhkan kesabaran. Tetapi, puasa sesungguhnya memiliki makna yang lebih dalam dari sekadar pemilu.

Jika pemilu merupakan salah satu bentuk muamalah yang seharusnya dibingkai dengan kesungguhan (jihad) bukan abal-abal, kejujuran, moralitas, dan kesabaran, sesungguhnya puasa (shiyam) merupakan salah satu bentuk ibadah rukun Islam yang seharusnya juga dibingkai oleh kesungguhan (jihad), kejujuran, moralitas, dan kesabaran.

Dengan demikian, keduanya pada satu sisi berbeda ranah (pemilu masuk ranah mu’amalah dunyawiyyah, sedangkan puasa/ shiyam masuk ranah ibadah mahdhah). Pada sisi lain, keduanya memiliki benang merah, yakni sama-sama membutuhkan kesungguhan (jihad), sama-sama membutuhkan kejujuran, sama-sama membutuhkan moralitas, dan sama-sama membutuhkan kesabaran.

Mari kita songsong datangnya bulan suci Ramadhan tahun ini dengan semangat lahir dan bathin, dengan kecerdasan akal budi sekaligus kecerdasan mata hati dan jiwa kita.

*Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini