Realitas Politik Pasca Pemilu 2024

0
23
Ace Somantri, dosen Universitas Muhammadiyah Bandung, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat. (Dok pribadi/KLIKMU.CO)

Oleh: Ace Somantri

Demokrasi sistem tata negara yang dianut oleh bangsa Indonesia, suka tidak suka, hal itu pilihan terbaik saat ini dalam menata dan mengelola negara yang sangat heterogen. Berbagai suku, ras, dan etnis tersebar dan menyebar di penjuru negeri ibu pertiwi dari Sabang sampai Mauroke. Dasar dan falsafah negara Indonesia dalam mempersatukan perbedaan tersebut.

Pancasila dasar hukum perundang-undangan yang berkaitan seluruh sistem tata negara, yang kemudian sempat menjadi tren dalam dinamika politik Indonesia dengan sebutan istilah “Demokrasi Pancasila” yang menjadi sistem politik kekuasaan pada era Orde Baru. Walaupun sebenarnya, Demokrasi Pancasila pada dasarnya merupakan sistem politik nasional khas bangsa Indonesia, di mana nilai-nilai yang dianut harus benar-benar sandaran falsafahnya memiliki titik tolak bersumber pada sila-sila yang terkandung.

Demokrasi memang bukan satu-satunya sistem tata negara, apalagi yang terbaik masih jauh. Namun, bangsa ini bersepakat dan ada konsensus para tokoh bangsa penuh pengorbanan dibayar dengan harga yang sangat mahal. Konsekuensinya, sebelum muncul kesadaran rakyat, sistem demokrasi yang hari ini dijalankan menjadi bagian instrumen yang harus dijaga, dihormati, dan dihargai segala bentuk keputusannya selama nilai-nilainya tidak melanggar konstitusi yang disepakati.

Praktik pemilihan umum saat ini salah satu instrumen sistem demokrasi yang dianut, berharap tidak disalahpahami dengan kepentingan sesaat. Sangat yakin tokoh bangsa bisa memahami, namun belum tentu sebagian menyadari bahwa manakala setiap pemilu digelar selalu ada pertarungan kekuatan yang didorong oleh kekuasaan yang dimiliki. Akhirnya, semua pihak yang terlibat dalam perhelatan dinamika pemilu terjebak pada orientasi-orientasi yang membunuh kesadaran kebangsaan dan kenegaraan yang sebenarnya. Konstitusi dilegitimasi bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kemaslahatan dan kebermanfaatan bangsa, negara, dan semua rakyat.

Dinamika pemilu dari periode ke periode terus mengalami perubahan, namun masih jauh dari harapan. Pasalnya, kekuatan dan kekuasaan selalu menjadi motivasi dan spirit para politisi, birokrat, teknokrat, dan juga kadang akademisi hatinya terbujuk rayu oleh realitas politik yang menginspirasi menjadi orang yang disegani, dihormati, dihargai dan ujung-ujungnya dilayani bak raja, ratu dan pangeran dalam sebuah istana.

Wajar dan realistis jikalau fenomena tersebut menjadi impian yang didambakan orang-orang. Padahal sebenarnya, dalam demokrasi sejati setiap warga negara memiliki hak sama, yaitu melayani dan dilayani yang adil serta mendapatkan kompensasi distributif sesuai haknya. Para penggagas dan pemikir, saat menemukan teori sistem demokrasi, menekankan pada tujuan yang mulia, yaitu keadaban dan keadilan. Namun disayangkan dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan secara praktis banyak tindakan pembajakan nilai-nilai demokrasi untuk kepentingan sesaat. Risikonya berdampak pada rusaknya sistem imunitas kesehatan demokrasi sehingga jika tidak dipelihara akan merusak seluruh metabolisme tubuh bangsa dan negara yang menganut demokrasi itu sendiri.

Realitas politik lahir dari dinamika demokrasi yang dijalankan, baik dan buruk produk dari mesin demokrasi yang dianut tergantung keterlibatan seluruh pihak yang memiliki wewenang dan kepentingan, khususnya penyelenggara negara dan rakyat. Demokrasi Pancasila jika ditelisik lebih dalam, nilai sila pertama hingga sila kelima menjadi dasar filosofi sangat teologis, pendekatan spiritualitas yang nyata tidak di menara gading. Pembajakan demokrasi tidak akan terjadi manakala ruh nilai sila pertama memperkuat integritas moral. Pasalnya, ketuhanan bermakna sangat religius dan terikat dengan janji ikrar ketauhidan sebagaimana diajarkan dalam Islam saat menyatakan kalimat syahadat yang berkonsekuensi pada spiritualitas.

Saat pemilu berulang-ulang setiap lima tahun sekali, bahkan pernah terjadi turbulensi demokrasi yang berujung penurunan paksa oleh rakyat maupun dalam sidang parlemen. Hal itu dinilai bagian dari sistem demokrasi sehat walaupun di balik peristiwa tersebut ada yang menilai penuh rekayasa demokrasi tidak sehat. Terindikasi realitas politik yang menghantarkan gerakan revolusi dan reformasi tidak lepas dari intervensi global yang berniat “ada udang di balik batu” dengan meminjam atas nama tangan rakyat Indonesia. Mungkinkah itu terjadi dalam kenyataannya?

Demokrasi dan realitas politik pada dasarnya ada pada produk hukum dan politik yang dikendalikan oleh penyelenggara negara dalam trias politika yang diambil dari Montesque, secara riil tidak dapat dipisahkan menjadi satu kesatuan. Bagi negara berkembang seperti Indonesia sangat rentan pembajakan. Faktornya sangat mendasar, yaitu tingkat kesadaran dan pemahaman yang dilatarbelakangi tingkat pendidikan rakyatnya.

Akhirnya tidak dapat dimungkiri ada gap yang jauh di antara pihak yang berkepentingan satu dengan lainnya, khususnya sangat jauh sekali jaraknya antara penyelenggara negara sebagai pelayan dengan rakyat yang dilayani. Lebih parah dan “dungu” perannya terbalik, yang seharusnya melayani justru dilayani dan sebaliknya harus dilayani malah justru melayani, lebih tepatnya realitas praktisnya kurang lebih seperti ini “dari pejabat-birokrat, oleh pejabat-birokrat dan untuk pejabat-birokrat”.

Apakah hal itu sebuah kritik atau kenyataan, silakan dicermati dengan saksama penuh kehati-hatian. Lantas andaikan memang nyatanya begitu, apa langkah anak bangsa untuk memperbaikinya sehingga bangsa dan negara ini tidak ada dalam kesejahteraan dan keadilan yang tidak pasti?

Masuk era global-digital, fase baru yang muncul akibat disrupsi teknologi. Akankah bangsa ini mampu keluar dari jeratan realitas politik yang dilahirkan dari sistem demokrasi yang terbajak. Suka tidak suka,  saat pemilu menjadi momentum untuk sedikit memperbaiki negeri. Sekuat tenaga dengan kesadaran dan ketulusan para tokoh bangsa, politisi, dan juga akademisi memperkuat proses demokrasi dalam pemilu lebih baik dari pemilu sebelum-sebelumnya.

Pemilu sejak reformasi terjadi perubahan mendasar. Keterbukaan sistem politik menjadi indikator yang tampak bahwa ada reformasi dalam dunia politik. Hanya tidak disadari kesiapan rakyat belum sepenuhnya memahami lebih dalam dan rinci sehingga mendatangkan kelemahan yang menganga. Akhirnya, kelemahan itu ditutupi oleh pihak-pihak yang berkepentingan pragmatis sesaat, yang kemudian hari dikenal dengan sebutan istilah para oligarki. Walaupun sebenarnya, sangat mungkin juga hal itu jauh-jauh hari sudah diketahui karena munculnya kelemahan merupakan siasat mereka yang sudah by design. Tanpa ikut capek- capek, apalagi ramai-ramai yang penting cawe-cawe saat hasil akhir, tidak peduli apa pun yang terjadi apakah mereka kecawe atau kecewa.

Pasca Pemilu 2024, saat ini dalam proses gugatan sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi. Realitas politik pasti ada yang merasa puas maupun tidak puas, hal lumrah adanya. Namun, sangat diharapkan tidak berlanjut pada perpecahan anak bangsa, kecewa atau kecawe itu realitas politik yang harus dihadapi dengan santai dan tetap kritis. Toh, pada saatnya akan masuk pada fase tingkat kesadaran yang tinggi pada rakyat Indonesia, kita harus menunggu tanpa berbuat nyata? Tidak juga, karena masih ada ruang dan waktu untuk terus mengingatkan, mengkritik, memberi saran dan berkontribusi hingga pada saatnya kerja keras dan cerdas akan membuahkan hasil yang tak diduga dan disangka-sangka, namun juga bukan berarti bimsalabim abra kadabra tanpa proses.

Realitas politik dalam konteks kebangsaan, dinamika Pemilu 2024 telah membawa nuansa demokrasi lebih lancar dibanding pemilu sebelumnya. Termasuk ada peningkatan jumlah angka partisipasi publik dalam memanfaatkan hak suaranya saat pemilihan umum berlangsung. Walaupun tidak menutup mata di lapangan masih terjadi beberapa peristiwa yang merusak nilai-nilai demokrasi yang sehat.

Tensi publik terhadap perhelatan pemilu sudah dianggap selesai, sejak quick count dan real count menunjukkan angka raihan suara hasil pemungutan pada masing-masing kandidat capres dan cawapres relatif jauh selisih perbedaannya. Secara psikologis, publik menilai bahwa pemilu presiden dan wakilnya akan terjadi satu putaran. Apalagi saat melihat secara live tayangan data perolehan suara dari berbagai sumber media cetak dan elektronik terus menerus update data pada rentang waktu tertentu. Itu semua sudah cukup meyakinkan publik siapa peraih suara terbanyak dan memenangkan kontestasi pemilihan presiden dan wakilnya.

Sementara untuk anggota parlemen tingkat pusat, daerah satu, dan dua publik tidak begitu perhatian kecuali para kontestan dan pendukung masing-masing di partainya. Padahal penting juga siapa-siapa perwakilan rakyat yang akan mengawal kebijakan pemerintah lebih amanah. Namun, begitulah rakyat Indonesia saking apatisnya terhadap wakil-wakil rakyat yang ikut kontestasi masih orang lama yang berkali-kali menduduki kursi legislatif.

Hari ini dan esok hari setelah keputusan Mahkamah Konstitusi final, semua masyarakat fokus kembali menjalankan aktivitasnya dan pemimpin baru negeri ini. Semoga dapat menjadikan Indonesia sebagai negara maju, berdaulat, dan berwibawa di antara deretan negara-negara yang sudah maju lebih awal. Kita yakinkan penuh optimistis, berikan waktu yang terukur kepada pemimpin baru menjelmakan negara kesatuan Republik Indonesia menjadi sandaran dan rujukan negara-negara berkembang di dunia agar dapat beraliansi untuk kekuatan dalam kedaulatan berbagai bidang, sehingga negara-negara yang merasa adidaya tidak terus mendikte dan mengintervensi semena-mena sesuai hawa nafsunya.

Rakyat terus membuka mata selebar-lebarnya memonitor kebijakan-kebijakan pemerintahan satu periode ke depan. Manakala ada kebijakan melanggar konstitusi secara nyata dan sah tidak segan-segan untuk mengingatkan sebaik-baiknya. Hasil pemilu kali ini sebagai realitas politik dari sebuah kenyataan yang sah dan harus diterima dan juga didukung seperti halnya periode-periode sebelumnya demi keberlangsungan negara Indonesia maju.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini